Kekerasaan dalam Rumah Tangga (KDRT)
Kekerasaan dalam rumah tangga adalah masalah serius yang masih sering terjadi di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. KDRT tidak hanya menyakitkan secara fisik, tetapi juga menimbulkan trauma psikologis yang mendalam bagi korban kekerasaan dalam rumah tangga (KDRT)
Apa itu KDRT?
Kekerasaan dalam rumah tangga (KDRT) adalah segala bentuk kekerasaan fisik, seksual, psikologis, dan penelantaran dalam rumah tangga. Kekerasan fisik meliputi pukulan, tendangan, atau penggunaan benda untuk melukai. Kekerasan seksual mencakup segala bentuk pemaksaan aktivitas seksual. Kekerasan psikologis meliputi penghinaan, ancaman, dan pengendalian. Sementara penelantaran meliputi pengabaian kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, dan perawatan medis.
Mengapa KDRT terjadi?
Ada banyak faktor yang menyebabkan terjadinya KDRT, seperti:
Peran gender: anggapan bahwa laki-laki lebih dominan dan perempuan harus patuh sering menjadi pemicu KDRT.
Masalah dalam keluarga: riwayat kekerasan dalam keluarga, masalah ekonomi, dan masalah komunikasi dapat meningkatkan risiko terjadinya KDRT.
Konsumsi minuman beralkohol dan narkoba: penggunaan zat-zat adiktif dapat memicu tindak kekerasan
Masalah kesehatan mental: gangguan kepribadian tertentu dapat meningkatkan risiko pelaku melakukan kekerasaan.
Dampak KDRT
Kekerasan dalam rumah tangga memiliki dampak yang sangat serius bagi korban, baik secara fisik mapun secara psikologis. Korban KDRT sering mengalami dampak sebagai berikut:
Cedera fisik: luka memar, patah tulang, hingga kematian
Trauma psikologis: depresi, kecemasan, gangguan stress pasca trauma (PTSD) dan gangguan tidur
Masalah kesehatan reproduksi: infeksi menular seksual, kehamilan yang tidak diinginkan, dan komplikasi kehamilan
Isolasi sosial: korban KDRT sering merasa takut untuk meminta bantuan dan mengisolasi diri dari orang lain.
Cara mencegah KDRT
Pendidikan: memberikan pendidikan tentang gender, kesetaraan, dan kekerasan sejak dini
Penegakan hukum: memberikan sanksi tegas bagi pelaku KDRT
Dukungan sosial: menyediakan layanan dukungan bagi korban KDRT, seperti tempat penampungan, konseling, dan bantuan hukum
Mengubah pandangan masyarakat tentang kekerasan dan mendorong sikap saling menghormati.
Peran gereja dalam mengatasi kasus KDRT:
Mengadakan program pendidikan untuk anggota jemaat, terutama pasangan muda dan calon pengantin mengenai tanda-tanda KDRT, dampak dari KDRT, serta cara mencegah dan mengatasinya.
Gereja harus menyediakan layanan konseling bagi korban KDRT untuk membantu mereka mengatasi trauma dan menemukan jalan keluar dari masalah yang dihadapi.
Bekerja sama dengan lembaga-lembaga yang bergerak di bidang perlindungan perempuan dan anak untuk memberikan layanan yang lebih komprehensif.